Senin, 09 Januari 2012

Jaminan Persalinan (Jampersal) 2012

                                                      Apakah Jampersal Itu?
Sebelumnya sebagai latar belakang, marilah kita sejenak merujuk kepada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Begitupula tertulis pada pasal 34 ayat (3) ditegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak .

Lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Selanjutnya pada ayat (2) ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Kemudian pada ayat (3) bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Selanjutnya pada pasal 6 ditegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Untuk menjamin terpenuhinya hak hidup sehat bagi seluruh penduduk termasuk penduduk miskin dan tidak mampu, pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. (Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan Bab I )

Oleh sebab itu di awal tahun 2011, Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan RI mencanangkan suatu kebijakan yang tertuang dalam program Jaminan Persalinan (Jampersal). Program ini dibuat guna membantu dalam pencapaian tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional serta Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Salah satu dari tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional yang terkait dengan program Jampersal ini adalah Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1000kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 KH dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 KH.

Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT 2001).

Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

Oleh karena itu, upaya penurunan AKI dan AKB tidak dapat lagi dilakukan dengan intervensi biasa, diperlukan upaya-upaya terobosan serta peningkatan kerjasama lintas sektor untuk mengejar ketertinggalan penurunan AKI dan AKB, agar dapat mencapai target MDGs. Salah satu indikasi yang penting adalah perlunya meningkatkan akses masyarakat terhadap persalinan yang sehat dengan cara memberikan kemudahan pembiayaan kepada seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan.

Sasaran peserta dari program Jampesal ini ialah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (pasca melahirkan sampai 42 hari) dan bayi baru lahir (0-28 hari) yang belum memiliki jaminan biaya kesehatan.

Pelayanan Jampersal ini meliputi pemeriksaan kehamilan ante natal care (ANC), pertolongan persalinan, pemeriksaan post natal care (PNC) oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan jaringannya), fasilitas kesehatan swasta yang tersedia fasilitas persalinan (Klinik/Rumah Bersalin, Dokter Praktik, Bidan Praktik) dan yang telah menanda-tangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota. Selain itu, pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan persalinan dengan penyulit dan komplikasi dilakukan secara berjenjang di Puskesmas dan RS berdasarkan rujukan.

Sumber pendanaan program Jampersal berasal dari dana APBN yang dituangkan dalam satu DIPA bergabung dengan program Jamkesmas. Jamkesmas dananya untuk tahun 2011 ini mencapai Rp6,3 triliun, dan dari jumlah itu sebesar Rp1,2 triliun digunakan untuk program Jampersal.

RUANG LINGKUP JAMINAN PERSALINAN

Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari:

A. Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama

Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir) tingkat pertama.
Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED ( Adalah Puskesmas yang mempunyai kemampuan dalam memberikan pelayanan obstetri (kebidanan) dan neonatus emergensi dasar) serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.

Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:
1. Pemeriksaan kehamilan
2. Pertolongan persalinan normal
3. Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan
4. Pelayanan bayi baru lahir
5. Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

B. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan

Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan neonatus kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi dengan risiko tinggi dan komplikasi, di rumah sakit pemerintah dan swasta yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dilaksanakan berdasarkan rujukan, kecuali pada kondisi kedaruratan.

Pelayanan tingkat lanjutan diberikan di fasilitas perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota

Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi:
1. Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (RISTI) dan penyulit
2. Pertolongan persalinan dengan RISTI dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.
3. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang setara.
(Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan, Bab II)

PAKET MANFAAT JAMINAN PERSALINAN

Peserta jaminan persalinan mendapatkan manfaat pelayanan yang meliputi:

1. Pemeriksaan kehamilan (ANC)
Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan tata laksana pelayanan mengacu
pada buku Pedoman KIA. Selama hamil sekurang-kurangnya ibu hamil
diperiksa sebanyak 4 kali dengan frekuensi yang dianjurkan sebagai
berikut:
a. 1 kali pada triwulan pertama
b. 1 kali pada triwulan kedua
c. 2 kali pada triwulan ketiga
2. Persalinan normal
3. Pelayanan nifas normal, termasuk KB pasca persalinan
4. Pelayanan bayi baru lahir normal
5. Pemeriksaan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi
6. Pelayanan pasca keguguran
7. Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar
8. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi dasar
9. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi dasar
10. Pemeriksaan rujukan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi
11. Penanganan rujukan pasca keguguran
12. Penanganan kehamilan ektopik terganggu (KET)
13. Persalinan dengan tindakan emergensi komprehensif
14. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi komprehensif
15. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi komprehensif
16. Pelayanan KB pasca persalinan.

Tatalaksana PNC dilakukan sesuai dengan buku pedoman KIA.Ketentuan pelayanan pasca persalinan meliputi pemeriksaan nifas minimal 3 kali.

Pada pelayanan pasca nifas ini dilakukan upaya KIE/Konseling untukmemastikan seluruh ibu pasca bersalin atau pasangannya menjadi akseptor KB yang diarahkan kepada kontrasepsi jangka panjang seperti alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau kontrasepsi mantap/kontap (MOP dan MOW) untuk tujuan pembatasan dan IUD untuk tujuan penjarangan, secara kafetaria disiapkan alat dan obat semua jenis kontrasepsi oleh BKKBN.

Agar tujuan tersebut dapat tercapai, perlu dilakukan koordinasi yang sebaik-baiknya antara tenaga di fasilitas kesehatan/pemberi layanan dan Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola serta SKPD yang menangani masalah keluarga berencana serta BKKBN atau (BPMP KB) Propinsi.
(Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan, Bab III)

TARIF

Besaran tarif pelayanan dengan paket total Rp420.000 diantaranya, untuk pemeriksaan kehamilan (ANC) sebanyak 4 kali perkunjungan dengan tarif Rp 40.000. Persalinan normal Rp350.000 dan pelayanan nifas post Natal care (PNC) Rp30.000 per kunjugan. Mengingat persalinan dengan penyulit di RS yang memiliki beragam diagnosa maka digunakan tariff INA-DRG, ujar Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes, Usman Sumantri. ( Jakarta, 5/3/2011-Kominfo-Newsroom)

KELENGKAPAN PERTANGGUNG JAWABAN KLAIM

Pertanggungjawaban klaim pelayanan Jaminan Persalinan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke Tim Pengelola Kabupaten/Kota dilengkapi:

1. Fotokopi lembar pelayanan pada Buku KIA sesuai pelayanan yang diberikan untuk Pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Apabila tidak terdapat buku KIA pada daerah setempat dapat digunakan bukti-bukti yang syah yang ditandatangani ibu hamil/bersalin dan petugas yang menangani. Tim Pengelola Kabupaten/Kota menghubungi Pusat (Direktorat Kesehatan Ibu) terkait ketersediaan buku KIA tersebut.

2. Partograf yang ditandatangani oleh tenaga kesehatan penolong persalinan untuk Pertolongan persalinan.

3. Fotokopi/tembusan surat rujukan, termasuk keterangan tindakan pra rujukan yang telah dilakukan di tandatangani oleh ibu hamil/ibu bersalin.

4. Fotokopi identitas diri (KTP atau identitas lainnya) dari ibu hamil/yang melahirkan.
Informasi lebih rinci tentang program Jampersal dapat dilihat pada situs www.ppjk.depkes.go.id atau menghubungi Sekretariat Tim Pengelola Pusat Jamkesmas Telp. 021.5221229; Fax . 021.52922020.

Bagaimana? Mudah-mudahan informasi tentang Jampersal yang saya sajikan dari berbagai sumber tersebut dapat memberikan sedikit pengertian kepada Anda semua.......Terimakasih dan tetap jaga KESEHATAN.

PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL)


Program Jaminan Persalian (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Jampersal diperuntukkan bagi seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan.

Sasaran yang dijamin Jampersal antara lain:

1. Ibu hamil
2. Ibu bersalin
3. Ibu nifas (sampai 42 hari setelah melahirkan)
4. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)

Adapun jaminan pembiayaannya meliputi :

a. Pemeriksaan kesehatan
b. Pertolongan persalinan
c. Pelayanan nifas
d. Pelayanan KB pasca persalinan
e. Pelayanan bayi baru lahir

Peserta program Jampersal adalah seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan (tidak tertanggung di dalam kepesertaan ASKES, Jamkesmas, Jamkesda, Jamsostek dan asuransi lainnya).

Pelayan yang didapat oleh peserta Jampersal meliputi:
Pemeriksaan kehamilan (ANC) sekurang-kurangnya 4 kali (1kali di trimester I, 1 kali di trimester II, dan 2 kali di trimester III)
Persalinan normal
Pelayanan nifas normal
Pelayanan bayi baru lahir normal
Pemeriksaan kehamilan resiko tinggi
Pelayanan pasca keguguran
Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar
Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi dasar
Pemeriksaan rujukan kehamilan pada kehamilan resiko tinggi
Penanganan rujukan pasca keguguran
Penanganan kehamilan ektopik terganggu (KET)
Persalinan dengan tindakan emergensi komprehensif
Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi komprehensif
Pelayanan KB pasca persalinan
Pelayanan Jampersal tidak mengenal batas wilayah, artinga peserta berhak mendapatkan pelayanan dimanapun berada dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) / Identitas diri lainnya.

Tata Prosedur Pelayanan Jampersal

A. Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama
Pelayanan persalinan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED serta jaringannya termasuk Poskesdes dan Polindes. Bidan prektek swata yang melakukan Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan Tim Pengelola Jampersal Kabupaten Balangan.
Pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan di Puskesmas dan jaringannya meliputi pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan normal, pelayanan nifas, KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, penanganan komplikasi pada kehamilan, pelayanan nifas dan bayi baru lahir.
Bila menurut indikasi medis peserta memerlukan layanan rujukan maka Puskesmas wajib merujuk peserta ke fasilitas kesehatan rujukan.

B. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan
Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan neonatus kepada ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi dengan resiko tinggi dan komplikasi di rumah sakir pemerintah maupun swasta yang melakukan Perjanjian Kerjasama (PKS) yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dilaksanakan berdasar rujukan, kecuali pada kondisi kedaruratan.
Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan dengan resiko tinggi dan penyulit yang tidak mampu dilakukan dipelayanan tingkat pertama.
Pelayanan persalinan di fasilitas perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan swasta yang telah melakukan Perjanjian Kerjasama (PKS) dalam program Jamkesmas.

Rabu, 12 Oktober 2011

RINDU KU

* kasih..*
kerinduan hati..
terendap dalam mimpi..
Ku coba pandangi langit..
Melihat kau disini..

Udara pagi..
Laksana wangi tubuhmu..
Hangatnya mentari..
Bagaikan pelukan hangatmu..

Kasih yang kau beri..
Tak sia di hati..
Ku beri cinta ini..
Untuk kau jaga sepenuh hati..

jika Rindu merasuk Hati
Hiruplah udara pagi..
Rasakanlah kasih..
Aku disini menanti..


               By " mas harie

RINDU TERDALAM

kutemukan cinta..
diantara banyaknya bintang..
Yang ada di angkasa cinta..
namun dia jauh disana..

cinta kita menjadi satu..
Namun engkau jauh..
Dari pandanganku..
Ku hanya terdiam termenung..

kurasakan nafasmu..
Kurasakan getar jantungmu..
Kurasakan manjamu..
Menjadi sebuah rindu bagiku..

Saat aku duduk..
memandang bintang di angkasa..
Entah kenapa air mata..
Jatuh membasahi wajah..

Rindu yang menyesakan dada..
Terlalu dalam di jiwa..
aku tak tahu mengapa..
Bisa terlalu cinta..

Kasih kau begitu jauh dimata..
tapi kau bagaikan nyawa..
Dalam hati terdalam..
Dan tak tergantikan..


               By " mas harie,,,,,,,mizz u

CINTA ABADI

setetes cinta ini..
Ingin ku beri padamu..
Kesetiaan Suci penuh kasih..
Kan kupertahankan Untukmu..

Tak kan ingkar dalam Hati..
Untuk setia berbagi..
Demi cinta suci..
Kaulah cinta sejati..

Walaupun di dunia tak ada keabadian..
tak membuat ku gentar..
Untuk tatap mencinta..
Hingga Akhir ayat..

dunia bisa hancur..
daun bisa gugur..
Tapi satu hal yang abadi untuku..
Cintaku padamu..

                                By " mas harie

Kangen

ku buka mata hati..
Kau dekat disini..
Walau jauh dari raga ini..
Namun ku menanti hingga akhir..

Kerinduan begitu pekat dalam hati..
Tak sanggup untukku menahan sedih..
Saat kau tak ada disisi..
Dan ku hanya menanti..

kau di hatiku..
Adalah senandung kalbu..
Yang tetap terdengar..
Dalam pekatnya rindu..

Hanya penantian ..
Menanti kau pulang..
Kembali disini..
Untukku yang kau cinta..

Waktu terus bergulir..
Silih berganti..
Tapi aku hanya bisa menunggu dan menanti..
Kau datang padaku kasih..

                    By"mas harie

Selasa, 11 Oktober 2011

Mutu pelayanan kebidanan

Mutu pelayanan Kebidanan "Lailafajrin"

Rumah sakit dan puskesmas sebagai unit tempat pelayanan kesehatan, bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga dengan upaya pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit yang merupakan bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan, dan secara langsung akan memberi konstribusi dalam peningkatan kualitas hospital care.

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality).

Kedelapan syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya, namun pada akhir-akhir ini dengan semakin majunya ilmu dan teknologi kesehatan serta semakin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi masyarakat, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Mudah dipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang bermutu dapat diselenggarakan, bukan saja akan dapat memperkecil timbulnya berbagai risiko karena penggunaan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi tetapi sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang semakin hari tampak semakin meningkat.

Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara terarah dan terencana dikenal dengan nama program menjaga mutu (Quality Assurance Program).

MUTU

Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan (ASQC dalam Wijoyo, 1999).

Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 8402, 1986).

Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).

Dari beberapa pengertian diatas, segeralah mudah dipahami bahwa mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi-dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Misalnya penilaian dari pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan kesehatan ataupun dengan penyandang dana pelayanan kesehatan. Menurut Roberts dan Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah:

1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan.

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.

2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan.

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan etika profesi, dan adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan.

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan kesehatan mengurangi kerugian dari penyandang dana.

PROGRAM MENJAGA MUTU.

1. Pengertian.

Pengertian program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah:

a. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).

b. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut (Ruels & Frank, 1988).

c. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The American Hospital Association, 1988).

d. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988).

Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama, yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut.

Jika ketiga rumusan tersebut disarikan dari keempat pengertian program menjaga mutu diatas, dapatlah dirumuskan pengertian program menjaga mutu yang lebih terpadu. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.

2. Tujuan.

Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Tujuan antara.

Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.

b. Tujuan akhir.

Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.

3. Manfaat.

Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:

a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.

Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.

b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.

Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.

c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.

Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan .

4. Syarat.

Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah:

a. Bersifat khas.

Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu.

b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan.

Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.

c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.

Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik.

d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.

Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik.

e. Mudah dilaksanakan.

Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan .

f. Mudah dimengerti.

Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.

PELAYANAN KESEHATAN YANG BERMUTU.

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan kode etik profesi meskipun diakui tidak mudah namun masih dapat diupayakan, karena untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni rumusan-rumusan standar serta kode etik profesi yang pada umunya telah dimiliki dan wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi.

Tetapi akan bagaimakah halnya untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan ?. Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan kesehatan , namun karena ruang lingkup kepuasan memang bersifat sangat luas, menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu tidaklah semudah yang diperkirakan. Sesungguhnyalah seperti juga mutu pelayanan, dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Secara umum dimensi kepuasan tersebut dapat dibedakan atas dua macam:

1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi.

Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini maka ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan standar serta kode etik profesi yang baik saja. Ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:

a. Hubungan tenaga kesehatan/perawat-pasien (Nurse-patient relationship).

b. Kenyamanan pelayanan (Amenitis).

c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice).

d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientifik knowledge and technical skill).

e. Efektifitas pelayanan (Effectives).

f. Keamanan tindakan (Safety).

2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan.

Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan . Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini mudahlah dipahami bahwa ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian kepuasan pasien mengenai:

a. Ketersediaan pelayanan kesehatan (Available).

b. Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate).

c. Kesinambungan pelayanan kesehatan (Continue).

d. Penerimaan pelayanan kesehatan (Acceptable).

e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (Accesible).

f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (Affordable).

g. Efesiensi pelayanan kesehatan (Efficient).

h. Mutu pelayanan kesehatan (Quality).

UNSUR-UNSUR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN

Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya.

Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.

Unsur masukan

Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standardofpersonnel and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce 1990).

Unsur lingkungan

Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi, manajemen. Secara umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan.

Unsur proses

Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan atau non medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulitlah diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Pena, 1984).

STANDAR

Program menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar, karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian masalah,menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu.

Pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antaranya:

• Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.

• Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.

• Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical Practice Guideline, 1990).

Berdasarkan batasan tersebut di atas sekalipun rumusannya berbeda, namun terkandung pengertian yang sama, yaitu menunjuk pada tingkat ideal yang diinginkan. Lazimnya tingkat ideal tersebut tidak disusun terlalu kaku, namun dalam bentuk minimal dan maksimal (range). Penyimpangan yang terjadi tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut toleransi (tolerance). Sedangkan untuk memandu para pelaksana program menjaga mutu agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan maka disusunlah protokol.

Adapun yang dimaksud dengan protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan) adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistimatis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.Makin dipatuhi protokol tersebut, makin tercapai standar yang telah ditetapkan.Jenis standar sesuai dengan unsur-unsur yang terdapat dalam unsur-unsur rogram menjaga mutu, dan peranan yang dimiliki tersebut. Secara umum standar program menjaga mutu dapat dibedakan :

1) Standar persyaratan minimal

Adalah yang rnenunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang dibedakan dalam :

a) Standar masukan

Dalam standar masukan yang diperlukan untuk minimal terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu jenis, jumlah, dan kualifikasi/spesifikasi tenaga pelaksana sarana,peralatan, dana (modal).

b) Standar lingkungan

Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu yakni garis-garis besar kebijakan program, pola organisasi serta sistim manajemen,yang harus dipatuhi oleh semua pelaksana.

c) Standar proses

Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus dilakukan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yakni tindakan medis, keperawatan dan non medis (standard of conduct), karena baik dan tidaknya mutu pelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar proses.

2) Standar penampilan minimal

Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini karena menunjuk pada unsur keluaran maka sering disebut dengan standar keluaran atau standar penampilan (Standard of Performance).

Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas kewajaran, maka perlu ditetapkan standar keluaran.Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka keempat standar tersebut perlu dipantau, dan dinilai secara obyektif serta berkesinambungan. Bila ditemukan penyimpangan,perlu segera diperbaiki. Dalam pelaksanaannya pemantauan standar-standar tersebut tergantung kemampuan yang dimiliki,

maka perlu disusun prioritas.

INDIKATOR

Untuk mengukur tercapai tidaknya standar yang telah ditetapkan,maka digunakan indikator (tolok ukur), yaitu yang menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan.Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan indikator,makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan.Sesuai dengan jenis standar dalam program menjaga mutu, maka indikatorpun dibedakan menjadi :

1) Indikator persyaratan minimal

Yaitu indikator persyaratan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan, lingkungan dan proses. Apabila hasil pengukuran berada di bawah indikator yang telah ditetapkan pasti akan besar pengaruhnya terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

2) Indikator penampilan minimal

Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar penampilan minimal yang diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini sering disebut indikator keluaran. Apabila hasil pengukuran terhadap standar penampilan berada di bawah indikator keluaran maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tidak bermutu.

Berdasarkan uraian di atas mudah dipahami, apabila ingin diketahui (diukur) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab), maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi apabila yang ingin diketahui adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat) maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).

KRITERIA

Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria dari standar yang telah ditetapkan, baik unsur masukan, lingkungan, proses ataupun keluaran. Berdasarkan uraian di atas mutu pelayanan kesehatan suatu fasilitas pemberi jasa dapat diukur dengan memantau dan menilai indikator, kriteria dan standar yang terbukti sahih dan relevan dengan : masukan, lingkungan, proses dan keluaran.

BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU (QUALITY ASSURANCE)

Bentuk Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tiga

jenis :

1) Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective Quality Assurance)

Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi kesehatan.

Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan perundang-undangan, di antaranya : Standardisasi (Standardization),perizinan (Licensure), Sertifikasi (Certification), akreditasi (Accreditation).

2) Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance)

Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan.

Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.

3) Program Menjaga Mutu Restrospektif (Retrospective Quality Assurance)

Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospektif adalah yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan.

Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue

review, survei klien dan lain-lain.

METODA YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM MENJAGA MUTU

Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakan melalui berbagai metoda sesuai kebutuhan.

Metoda yang digunakan adalah :

1) Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses, lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi khusus.

2) Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.

3) Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.

4) Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan perilaku pasien.